Mengenal Sejarah Kain Tie Dye
Tie dye merupakan salah satu teknik pewarnaan kain yang sudah cukup lama ada. Di masa awal pandemi kemarin, teknik tie dye kembali popular dan banyak dilakukan orang di rumah. Istilah tie dye merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa inggris yaitu ‘tie’ yang berarti ‘ikat’ dan ‘dye’ yang berarti rendam atau celup. Jika diartikan dalam Bahasa Indonesia, teknik tie dye merujuk pada teknik pewarnaan kain ikat celup atau jumputan. Jadi bisa dibilang tie dye adalah bahasa gaul dari teknik ikat celup. Teknik pewarnaan tie dye ini pertama kali ditemukan di Amerika sekitar tahun 1960-an dimana proses pembuatannya menggunakan pewarna khusus yang disebut dye.
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat kain tie dye cukup mudah ditemukan. Untuk peralatannya, kamu membutuhkan ember atau baskom (sesuai dengan jumlah warna yang kamu inginkan), benang kasur atau tali yang seukuran, jarum yang sesuai dengan ukuran benang atau tali (untuk beberapa jenis tie dye), kelereng (atau benda lain untuk mengisi bagian dalam ikatan).
Sementara itu, bahan yang diperlukan adalah kain, bubuk pewarna batik naptol atau pewarna kain lainnya, dan juga air. Teknik pewarnaan tie dye tidak bisa menggunakan sembarang jenis kain. Pewarna hanya bisa menempel dengan baik pada kain yang memiliki banyak kandungan serat alami. Jenis kain yang sering digunakan untuk bahan tie dye adalah jenis kain rayon dan katun.
Kain rayon menjadi salah satu jenis kain yang paling sering digunakan untuk tie dye. Bahkan baju tidur atau piyama rayon tie dye menjadi pelopor outfit rumahan yang cocok untuk menemani aktivitas-aktivitas santai di luar rumah. Meski tergolong dalam serat semi sintetis, sifat kain rayon mudah menyerap warna.
Kain katun juga termasuk jenis kain yang banyak digunakan untuk teknik tie dye. Terbuat dari material kapas dan termasuk jenis serat alami membuat kain katun sangat mudah menyerap bahan pewarna. Karakter kainnya lebih tebal dan menyerap lebih baik dari kain rayon.