Pakar kesehatan Profesor Tjandra Yoga Aditama mengatakan subvarian baru COVID-19 BA.4.6 saat ini telah terdeteksi di 43 negara.

BA.4.6 dilaporkan sudah ada di setidaknya 43 negara dan diperkirakan sudah ada sejak beberapa minggu lalu.

Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu mengatakan laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyebutkan varian tersebut merupakan 4,1 persen kasus COVID-19 di negara itu berdasarkan hasil penelusuran hingga 30 Juli 2022.

Tjandra mengatakan negara bagian seperti Iowa, Kansas, Missouri, dan Nebraska angkanya mencapai 10,7 persen.

Di daerah AtlantikTengah dan di Selatan juga angkanya lebih tinggi dari rata-rata nasional.

“Dilaporkan sudah ada setidaknya 5.681 sampel BA.4.6 dalam tiga bulan terakhir dan juga sudah dimasukkan dalam database Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID),” katanya.

Guru Besar Paru di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan The Centre for Medical Genomics Ramathibodi Hospital Thailand melaporkan BA.4.6 di negara tersebut mencapai 15 persen lebih mudah menular daripada BA.5 di dunia secara umum.

“BA.4.6 juga tampaknya dapat sampai 28 persen lebih mudah menular daripada BA.5 di Asia,” jelasnya.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu mengatakan BA.4.6 juga 12 persen lebih mudah menular dibanding BA.2.75 di dunia secara umum dan bahkan dapat sampai 53 persen lebih mudah menular dari BA.2.75 di Asia.

Sub varian BA.4.6 secara genomik agak mirip dengan BA.4.

Perbedaannya adalah pada mutasi spike/tonjolan R346T.

“Secara umum belum ada bukti BA.4.6 akan menimbulkan penyakit lebih berat atau apakah dapat menghindar dari imunitas, atau apakah resisten terhadap vaksin,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan dengan adanya subvarian baru tersebut karena mutasi virus Corona akan ada dari waktu ke waktu.

Tetapi, perkembangan ini juga tidak boleh dianggap remeh, perlu diperiksa dengan amat cermat tentang kemungkinan ada tidaknya BA.4.6 di Indonesia, apalagi di tengah kenaikan kasus sekarang.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril, mengatakan hingga saat ini subvarian BA.4.6 belum terdeteksi di Indonesia.

“Yang BA.4.6 belum ada.

Yang baru ada di Indonesia adalah subvarian Omicron BA.4 dan BA.5, kedua subvarian yang memicu kenaikan kasus belakangan ini, serta Omicron BA.2.75,” paparnya.